Senin, 04 April 2011

Proses Penyembuhan Luka

Proses Penyembuhan Luka
A.     Deskripsi
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan.

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1.      Luka superfisial; terbatas pada lapisan dermis.
2.      Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.
3.      Luka “full thickness”; jaringan kulit yang hilang pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia, tidak mengenai otot.
4.      Luka mengenai otot, tendon dan tulang.

Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan yang mencapai normal.
Penyembuhan luka meliputi 2 kategori yaitu, pemulihan jaringan ialah regenerasi jaringan pulih seperti semula baik struktur maupun fungsinya dan repair ialah pemulihan atau penggantian oleh jaringan ikat (Mawardi-Hasan,2002).
Penyembuhan luka dapat terjadi secara:
  1. Per Primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
  2. Per Sekundem yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan per primam. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi.
  3. Per Tertiam atau Per Primam tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridemen setelah diyakini bersih, tetapi luka dipertautkan (4-7 hari).
Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi:
1.      Luka akut; luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2.      Luka kornis; luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.

Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).

Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik. Dari penelitian diketahui bahwa proses anabolik telah dimulai sesaat setelah terjadi perlukaan dan akan terus berlanjut pada keadaan dimana dominasi proses katabolisme selesai.

Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
  1. Fase inflamasi. Eksudasi; menghentikan perdahan dan mempersiapkan tempat luka menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
  2. Fase proliferasi/granulasi; pembentukan jaringan granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka.
  3. Fase maturasi/deferensiasi; memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.

B.     Tahap-Tahap Penyembuhan Luka
1.      Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah  menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang  yang akan menutup pembuluh darah.

Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.

Eksudasi ini jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:
a.       Sintesa kolagen
b.      Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas
c.       Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d.      Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2.      Fase Proliferasi
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:
a.       Proliferasi
b.      Migrasi
c.       Deposit jaringan matriks
d.      Kontraksi luka

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferaswi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (grwth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan “keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3.      Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

C.     Konsep Baru
Studi tentang lingkungan yang optimal dan berperan dalam proses penyembuhan luka telah dimulai 30 tahun yang lalu oleh Winter. Penelitian dasar klinik mengenai perawatan luka berbasis suasana lembab (moist) telah memberikan pandangan yang berbeda diantara para pakar. Saat ini perawatan luka tertutup untuk dapat tercapai keadaan yang lembab telah dapat diterima secara universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori perawatan luka dalam suasana lembab adalah:
1.      Fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dans el endotel dalam suasana lembab.

2.      Angiogenesis
Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat  angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor necrosis factor-alpha ( TNF-alpha).
3.      Kejadian infeksi
Lebih rendah dibandingkan dnegan perawatan kering (2,6% vs 7,1 %)
4.      Pembentukan growth factor
Yang berperan pada proses penyembuhan dipercepat pada suasana lembab. Epidemi grwoth factor/EGF, fibroblast growth factor/FGF dan Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet-derived growth factor/PDGF dan transforming growth factor-beta/TGF-beta yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas.
5.      Percepatan pembentukan sel aktif
Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa luka dapat sembuh secara alami tanpa pertolongan dari luar, tetapi cari alami ini memakan waktu cukup lama dan meninggalkan luka parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
  1. Koagulasi;  Adanya kelainan pembekuan darah (koagulasi) akan menghambat penyembuhan luka sebab hemostasis merupakan tolak dan dasar fase inflamasi.
  2. Gangguan sistem Imun (infeksi,virus);  Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi. Bila sistem daya tahan tubuh, baik seluler maupun humoral terganggu, maka pembersihan kontaminasi dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan baik.
  3. Gizi (kelaparan, malabsorbsi), Gizi kurang juga:  mempengaruhi sistem imun.
  4. Penyakit Kronis;  Penyakit kronis seperti TBC, Diabetes, juga mempengaruhi sistem imun.
  5. Keganasan;  Keganasan tahap lanjut dapat menyebabkan gangguan sistem imun yang akan mengganggu penyembuhan luka.
  6. Obat-obatan;  Pemberian sitostatika, obat penekan reaksi imun, kortikosteroid dan sitotoksik mempengaruhi penyembuhan luka dengan menekan pembelahan fibroblast dan sintesis kolagen.
  7. Teknik Penjahitan;  Tehnik penjahitan luka yang tidak dilakukan lapisan demi lapisan akan mengganggu penyembuhan luka.
  8. Kebersihan diri/Personal Hygiene;  Kebersihan diri seseorang akan mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena kuman setiap saat dapat masuk melalui luka bila kebersihan diri kurang.
  9. Vaskularisasi baik proses penyembuhan berlangsung;  cepat, sementara daerah yang memiliki vaskularisasi kurang baik proses penyembuhan membutuhkan waktu lama.
  10. Pergerakan, daerah yang relatif sering bergerak; penyembuhan terjadi lebih lama.
  11. Ketegangan tepi luka, pada daerah yang tight (tegang) penyembuhan lebih lama dibandingkan dengan daerah yang loose.

D.     Kesimpulan
1.      Tenaga kesehatan diharapkan memahami konsep penyembuhan luka serta aplikasi perawatan luka yang dihubungkan dengan jenis luka serta bahan yang diperlukan.
2.      Perawatan luka dengan suasana lembab (occlusive dressing) perlu dikembangkan implementasinya di klinik dalam meningkatkan angka kesembuhan secara kuantitatif maupun kualitatif.

Kepustakaan
Baxter C: The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual; February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc; 1990.

Morris PJ and Malt RA, eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press: 1995.

Szabo Z. et al., eds: Surgical Technology-International III. Universal Medical Press Inc.

1 komentar: