Senin, 04 April 2011

Filsafat ILmu Pengetahuan

KATA PENGANTAR

       Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,  karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Ilmu Pengetahuan dan Life-World”, suatu permasalahan yang  sedang di bicarakan dalam dunia kesehatan sekarang ini.
       Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam  pemahaman masalah Ilmu Pengetahuan dan Life-World dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas  mahasiswa  yang mengikuti mata kuliah “Ilmu Keperawatan Dasar II”. Dalam proses pendalaman materi ini,  tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan saran, untuk itu rasa terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Ilmu Keperawatan Dasar II dan teman-teman.
       Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna maka segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima.



                                                                                   Yogyakarta,        Desember 2010
                                                                                                     Penyusun
















DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
1.2   Rumusan Masalah
1.3   Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Apa itu Filsafat
2.2 Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
2.3 Fokus Filsafat Ilmu Pengetahuan
2.4 Manfaat Belajara Filsafat Ilmu Pengetahuan
2.5 Dampak Intelektual Dalam Kehidupan Sosial
2.6 Watak Intelektual Dalam Kehidupan Sosial
2.7 Peranan Ilmuwan
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA















BAB 1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

       Dunia ilmu pengetahuan adalah dunia fakta, dunia yang objektif, universal, dan rasional. Life-World atau disebut juga dunia praktis, mencakup pengalaman subjektif-praktis manusia ketika lahir, hidup, dan mati, pengalaman cinta dan kebencian, harapan dan putus asa, penderitaan dan kegembiraan, kebodohan dan kebijaksanaan.
       Jika Ilmu pengetahuan merupakan produk dari kebudayaan enlightment, pencerahaan, apakah ilmu pengetahuan dengan sendirinya menghasilkan enlightened thingking and action dari manusia modern sekarang ini? Persoalan baru yang akan didiskusikan adalah mengenai hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat. Apa dampak ilmu pengetahuan terhadap masyarakat, terutama terhadap life-world-nya.
          Kita memang hidup dalam dua dunia ini: dunia ilmu pengetahuan dan dunia praktis. Ilmu pengetahuan menawarkan cara kerja rasional. Prinsip kausalitas misalnya menjadi prinsip rasional dari ilmu pengetahuan. Sementara itu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dunia sehari – hari dan tradisi dengan segala macam bentuk kepercayaan dan prakteknya.
          Penelaahan keilmuan dimulai dengan permasalahan. Singkatnya, terdapat banyak sekali masalah dalam ilmu. Hal ini memang tak aneh bila diingat betapa rumitnya hakikat manusia dan kehidupan. Akibat dari kerumitan ini maka tiap masalah keilmuan sudah harus merupakan seleksi dari data yang diberikan oleh penghidupan kepada kita. Ini juga berarti bahwa tak seorang pun, memecahkan suatu masalah, dapat memilih seluruh fakta. Dalam permasalahan keilmuan ini, kita dikenalkan dengan nama ilmuwan yang merupakan ahli atau pakar dalam bidang keilmuan.

TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui dampak intelektual dalam kehidupan sosial
2. Untuk mengetahui watak intelektual dalam kehidupan sosial
3. Untuk mengetahui peranan ilmuwan

BAB 2
PEMBAHASAN

1.        Apa Itu Filsafat
       Filsafat ilmu pengetahuan adalah salah satu cabang filsafat. Filsafat pertama-tama adalah sikap: sikap mempertanyakan, sikap bertanya, yaitu bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu, mempertanyakan apa saja. Dengan kata lain filsafat sesungguhnya adalah metode, yaitu cara, kecenderungan, sikap bertanya tentang segala sesuatu. Sikap bertanya itu sendiri adalah filsafat, termasuk mempertanyakan “Apa itu filsafat?” Karena itu, ketika kita bertanya “Apa itu filsafat?” kita sesungguhnya berfilsafat dan dengan demikian memperlihatkan secara paling konkret hakikat filsafat itu sendiri.
       Memang pada akhirnya setiap pertanyaan menemukan jawabannya. Tetapi, jawaban ini selalu dipertanyakan lagi. Karena itulah, filsafat dianggap sebagai sesuatu yang bermula dari pertanyaan dan berakhir dengan pertanyaan. (Memang hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus). Filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Bahkan pertanyaan itu sendiri merupakan sebuah jawaban. Dengan kata lain, filsafat adalah sebuah sistem pemikiran, atau lebih tepat cara berpikir, yang terbuka: terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali. Filsafat adalah sebuah tanda dan bukan sebuah tanda seru. Filsafat adalah pertanyaan dan bukan pertanyaan.
       Filsafat berbeda dari ideologi dan dogma. Ideologi dan dogma cenderung tertutup, cenderung menganggap kebenaran tertentu sebagai tidak bisa dipersoalkan dan diterima begitu saja. Sebaliknya, filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang telah selesai.
       Memang betul bahwa secara etimologis filsafat itu berarti cinta akan kebenaran; suatu dorongan terus-menerus, suatu dambaan untuk mencari dan mengejar dambaan. Tetapi, dalam pengetian ini, yang pertama-tama mau diungkapkan adalah bahwa filsafat adalah sebuah upaya, sebuah proses, sebuah pencarian, sebuah quest, sebuah perburuan tanpa henti akan kebenaran. Karena itu, cinta (philo) dalam philosophia, tidak dipahami pertama-tama sebagai kata benda yang statis, yang given, melainkan sebagai sebuah kata kerja, sebuah proses. Dalam arti itu, filsafat adalah sebuah sikap yang dihidupi, yang dihayati dalam pencarian, dalam quest, dalam pertanyaan terus-menerus.
       Dalam filsafat ilmu pengetahuan, sikap ini muncul dalam bentuk sikap kritis yang ingin meragukan terus kebenaran yang telah ditemukan. Karena itu pula, apa yang disebut sebagai kebenaran dan yang pada titik tertentu diyakini sebagai kebenaran selalu akan diliputi tanda tanya. Konkretnya dengan berfilsafat, dengan berupaya mencari kebenara, pada akhirnya orang semakin memahami makna segala sesuatu, termasuk makna kehidupan ini, justru karena pencarian terus-menerus tadi.
       Pemahaman yang semakin jelas tentang filsafat. Pertama, filsafat dipahami sebagai upaya, proses, metode, cara, dambaan untuk terus mencari kebenaran. Dambaan ini muncul dalam sikap kritis untuk selalu mempersoalkan apa saja untuk sampai pada kebenaran yang paling akhir, yang paling mendalam. Kedua, filsafat dilihat sebagai upaya untuk memahami konsep atau ide-ide. Dengan bertanya orang lalu berpikir tentang apa yang ditanyakan. Dengan bertanya orang berusaha menemukan jawaban atas apa yang ditanyakan. Maka, muncul ide atau konsep tertentu yang dapat menjawab pertanyaan tadi. Tetapi yang menarik, sebagaimana telah dikatakan di atas, filsafat sebagai sebuah sikap terus mencari, akan mempertanyakan kembali konsep atau ide tadi untuk lebih memahaminya lagi.  Maka akan terjadi proses mempertanyakaun konsep atau ide yang diajukan atas sebuah pertanyaan, dan terus berulang hingga akhirnya akan sampai pada sebuah jawaban final, yang paling ultima, yang paling mendasar, yang paling akhir yang dianggap paling benar.
       Jawaban yang paling akhir dan paling benar itu tidak pernah akan ditemukan. Maka proses bertanya dan bertanya terus-menerus itu akan bergulir terus tanpa henti sebagaimana hakikat filsafat itu sendiri. Yang ditemukan hanyalah jawaban-jawaban sementara dalam bentuk konsep atau ide atau pemikiran tertentu yang kemudian dipertanyakan dan dikritik terus-menerus. Karena itu, filsafat pun akan terus berlangsung tanpa henti. Filsafat tidak pernah menemukan titik akhirnya, sebagai sebuah pencarian dan perburuan akan kebenaran yang tidak mengenal titik akhir. Berkaitan dengan inilah, filsafat sering disebut sebagai ilmu yang berupaya mencari “yang paling akhir”, “yang paling dalam”, dan “yang paling benar”.
       Dengan mengatakan bawha filsafat adalah upaya untuk memahami ide atau konsep, filsafat lalu di lihat pula sebagai “pemikiran tentang pemikiran” atau “berpikir tentang berpikir” (Thinking about thinking). Dengan kata lain, aktifitas seorang filsuf atau ahli filsafat adalah berpikir. Ketika Seorang filsuf sedang berpikir , sesungguhnya ia melakukan “dialog” dalam dirinya tentang apa saja. Ia bertanya dan berusa menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri, tetapi kemudian jawaban itu di sanggah, di kritik, dan di pertanyakannya lagi. Maka, terjadilah proses bertanya dan menjawab dan bertanya dan menjawab terus – menerus tanpa henti. Itulah filsafat, sebuah quest , sebuah pencarian, sebuah question tentang berbagai ide.
       Dengan demikian, filsafat, entah yang di pelajari di kelas, dibaca, didengar, atau dipraktekkan sendiri sesungguhnya mengajak kita untuk mempertanyakan, mempersoalkan, mengkaji, dan mendalami hidup ini dalam segala aspeknya. Sebagaimana di katakan dalam sokrates, “Hidup yang tidak dikaji tidak layak di hidupi,” Artinya, menjalani kehidupan ini tanpa mempersoalkannya sama dengan hidup sebagai orang buta. Maka, salah satu sikap yang akan muncul dengan sendirinya dari filsafat adalah sikap kritis, yakni tetap mempertanyakan apa saja, sikap tidak puas dengan jawaban yang ada, tidak percaya akan apa saja, dan selalu ingin tahu lebih dari yang sudah diketahui, atau sebagaimana dikatakan Rene Descartes, seperti yang akan kita bahas kemudian, sikap menyangsikan dan meragukan segala sesuatu, yang di anggap sebagai metode utama filsafat, dal ilmu pengetahuan pada umumnya.
       Filsafat itu sederhana sekali. Tidak lebih tidak kurang,hanya sikap yang selalu bertanya terus – menerus. Sesuatu yang begitu alamiah, tetapi sekaligus begitu sukar karena manusia selalu cenderung menjadi terbiasa dengan segala yang di alaminya sepanjang hidupnya. Apalagi, seperti dikatakan di atas, kita cenderung terbiasa dengan perintah, pertanyaan, dan larangan sampai hilang kecenderung bertanya, berfilsafat, kecenderungan mencari kebenaran dan lebih senang menerima apa saja yang ada sebagai benar begitu saja. Oleh karena itu pula, filsafat dan berfilsafah, yang sesunggunya sangat sederhana itu, menjadi sulit dan esotoris. Apalagi, karena cenderung bertanya terus – menerus itu kalau diikuti terus akan sampai pada pertanyaan–pertanyaan mendasar yang tidak pernah di tanyakan oleh manusia biasa hanya karena mereka menyepelekannya atau enggan mempertanyakan karena terlalu mendasar. Dalam situasi seperti itu, dibutujkan orang-orang khusus, yang secara khusus mengkhususkan aktifitasnya dengan melanjutkan tugas biasa tadi: Bertanya apa saja. Dari mereka inilah, yang kemudian dikenal dengan istilah khusus sebagai para filsuf, kita belajar banyak hal.
       Filsafat di sebut juga sebagai ratu dan induk semua ilmu pengetahuan; ratu yang memahkotai semua ilmu dengan sikap dasar selalu bertanya ini. Disebut induk karena dari sikap dasar bertanya ini lahirlah berbagain ilmu yang demikian banyak sekarang ini. Tapi, kedua, ada satu perbedaan dasar antara sikap bertanya dalam filsafat dan sikap bertanya dalam semua ilmu lainnya. Dalam filsafat, kita memepertanyakan apa saja dari berbagai sudut, khususnya dari sudut yang paling umum dan mendasar menyangkut hakikat, inti, penegertian paling mendasar. Sedangkan dalam ilmu pengetahuan, yang di pertanyakan hanya satu saja kenyataan yang di gulumi oleh ilmu itu dan di pertanyakan dari sudut pandang ilmu yang bersangkutan. Jadi,  yang di persoalkan filsafat adalah seluruh yaitu kenyataan dari sudut pandang yang paling mendasar.
2.        Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
       Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan Ilmu Pengetahauan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah di bakukan secara sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan Ilmu Pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan demikian, pengetahuan mencakup segala sesuatu yang di ketahui manusia tanpa perlu berarti telah di bakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga, mencakup praktek atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum di bakukan secara sistematis dan metodis.
       Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu penegtahuan.
       Sebelum munculnya ilmu pengetahuan, manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng. Melalui cerita-cerita dongeng, manusia berupaya menjelaskan secara masuk akal (reasonable) makna berbagai peristiwa dan keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Melalui mitos-mitos itu manusia lalu memahami pada tingkat yang sangat sederhana, misalnya, dari mana asal usul bumi ini, dari mana munculnya manusia, bagaimana terjadinya gempa, guntur, kilat, dan seterusnya. Dengan pemahaman yang sangat sederhana itu, mereka dapat menata kehidupannya secara lebih baik.
       Melalui ilmu pengetahuan, berbagai peristiwa alam semesta lalu di jelaskan secara lain dalam kerangka teori atau hukum ilmiah yang lebih masuk akal, dan klebih biasa dibuktikan dengan berbagai perangkat metodis yang berkembang kemudian sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
3.        Fokus Filsafat Ilmu Pengetahuan
       Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis dan imajinatif. Tanpa imajinasi dan logika dari seorang kopernikus, suatu gagasan besar tentang heliosentrisme tidak akan muncul. Begiti juga halnya jika kita berbicara tentang ilmuan-ilmuan lain. Metode-metode ilmu pengetahuan adalah metode-metode yang logis karena ilmu pengetahuan mempraktekan logika. Namun selain logika temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan dimungkinkan oleh akan budi manusia yang terbuka pada realitis. Keterbukaan budi manusia pada realitas itu kita sebut imajinasi. Maka logika dan imajinasi merupakan dua dimensi penting dari seluruh cara kerja ilmu pengetahuan.
       Tak pernah ada imajinasi tanpa logika dalam ilmu pengetahuan. Keduannya akan berjalan bersamaan. Namun pendekatan pertama tidaklah cukup. Ilmu pengetahuan telah berkembang sebagai bagian dari hidup kita sebagai manusia dalam masyarakat. Dengan alasan itu, filsafat ilmu pengetahuan pelu mengarahkan diri selain kepada pembicaraan tentang masalah metode ilmu pengetahuan juga harus berbicara tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat. Implikasi sosial dan etis dari ilmu pengetahuan akan dibicarakan dalam konteks ini. Topik yang dibicarakan disini antara lain adalah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan life-world, antara ilmu pengetahuan dan politik, bagaimana harus membangun ilmu pengetahuan dalam masyarakat.
4.        Manfaat Belajar Filsafat Ilmu Pengetahuan
       Dengan mempelajari filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja ilmu pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi kerjanya kelak di kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi, ataupun sebagai manajer karena pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan lainnya – pada dasarnya berkaitan dengan upaya memecahkan masalah tertentu. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional, tuntas, dan memuaskan. Yang dibutuhkan dari seseorang yang profesional dalam bidang perkejaannya adalah, pertama-tama, kemampuan untuk melihat masalah: dimana masalahnya, seberapa besar masalahnya, apa dampaknya, dan bagaimana mengatasinya. Ini sangat dibutuhkan dalam bidang pekerjaannya. Sesungguhnya, inilah yang dipelajari dalam kaitan dengan filsafat ilmu pengetahuan. Yang terutama di pelajari dalam masing-masing ilmu adalah kemampuan teknis dalam masing-masing ilmu untuk memecahkan persoalan dari sudut ilmu masing-masing, sedangkan filsafat ilmu pengetahuan lebih melatih mahasiswa untuk mampu melihat masalah, mampu melihat sebabnya, apa akibatnya, dan apa solusinya.
          Ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat puritan-elitis, melainkan juga pragmatis. Dalam pengertian, ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti sekedar memuaskan rasa ingin tahu manusia. Melainkan juga bermaksud membantu manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam hidupnya. Salah satu persoalan aktual yang dihadapi kita dalam konteks Indonesia sekarang ini adalah problem modernisasi. Problem modernisasi adalah bagaimana memecahkan masalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, maupun penyakit dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ternyata, ilmu pengetahuan dan teknologi, terlepas dari akibat negatifnya yang pernah dialami manusia, sekurang-kurangnya hingga sekarang membantu mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan kesejahteraannya, melalui apa yang kita kenal sebagai proses modernisasi.
5.      Dampak Intelektual Dalam Kehidupan Sosial
       Penelitian antropologi membuat kita sadar akan banyaknya kepercayaan tak berdasar yang mempengaruhi kehidupan masyarakat tradisional. Penyakit dianggap berkaitan dengan sihir, panen gagal dianggap kerena dewa marah atau ulah setan jahat. Pengorbanan manusia kadang – kadang dianggap sebagai jaminan untuk menang perang dan kesuburan tanah. Masih banyak kepercayaan tradisional yang bisa disampaikan dalam studi antropologo. Itu semua menandakan bahwa manusia membutuhkan waktu sangat lama untuk mengubah cara pandang itu.
       Semua kepercayaan di atas telah lenyap. Selain alasan perikemanusiaan (bandingkan cerita di sekitar Abraham yang ingin membunuh anaknya tetapi tidak jadi), ilmu pengetahuan boleh dilihat sebagai salah satu faktor paling menentukan. Satu per satu gejala-gejala alam diterangkan dengan ilmu pengetahuan. Gejala alam pertama yang melepaskan diri dari cengkraman takhayul dan diterangkan dengan ilmu pengetahuan adalah gerhana (Thukydides). Begitu juga dengan masalah komet, yang sebelumnya dilihat sebagai bukti kemurkaan Tuhan atau tanda nasib buruk seseorang, sekarang mulai diterangkan dengan hukum gravitasi. Kalau kita lihat bagaimana dunia kedokteran harus bergulat melawan kepercayaan-kepercayaan tradisional baik yang sungguh-sungguh takhayul maupun yang didukung kuat oleh moralitas agama yang sempit, mulai dari masalah penyakit (demam) malaria sampai pada masalah transplatasi jantung.
       Dampak ilmu pengetahuan terhadap life-world ada dua, yaitu dampak intelektual langsung terutama tentang perubahan cara pandang tradisional terhadap realitas; dampak tidak langsung melalui mediasi teknik-teknik ilmiah terutama teknik-teknik produksi dan organisasi sosial.
       Maka sebagai sistem berfikir rasional, ilmu pengetahuan menjadi sebab terdalam dari lenyapnya banyak kepercayaan tradisional. Secara umum, dapat dikatakan 4 hal baru dari ilmu pengetahuan yang menyebabkan lenyapnya kepercayaan-kepercayaan tradisional.
       Hal baru dari ilmu pengetahuan yang menyebabkan lenyapnya kepercayaan-kepercayaan tradisional:
1.        Pengamatan Lawan Otoritas
       Sudah dibicarakan sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan tidak didasarkan pada otoritas melainkan pada pengamatan. Ilmu pengetahuan merintis jalan kepada kemandirian dalam berpikir berdasarkan pengamatan terhadap gejala-gejala alam atau sosial.  Tentu harus di akui di sini bahwa sikap menghargai pengamatan, sebagai lawan tradisi atau otoritas, adalah sesuatu yang sulit. Namun, ilmu pengetahuan menuntut agar orang tidak mudah percaya begitu saja pada tradisi atau otoritas tetapi percaya pada pengamatan dengan teknik-teknik yang rasional.
2.        Otonomi Dunia Fisik
       Selain percaya pada pengamatan sendiri, ilmu pengetahuan juga berangkat dari suatu filosofi tentang alam sebagai sesuatu yang otonom, yang memiliki hukumnya sendiri. Dunia fisik mengikuti hukum-hukum fisika, tidak ada pengaruh roh-roh halus. Peranan dewa-dewi sebagaimana dianut oleh banyak agama tradisional lenyap dengan sendirinya jika ilmu penegetahuan secara konsekuen. Dalam masyarakat ilmuan, hukum gerak yang dikemukakan oleh Galileo bahwa suatu benda yang sedang bergerak akan bergerak terus dengan arah dan kecepatan yang sama sampai ada sesuatu yang menghentikannya jauh lebih menyakinkan dari pada ajaran agama bahwa Tuhan menciptakan alam jauh berintervensi dalam alam. Teori evolusi Ch. Darwin atau Clarence King lebih menyakinkan dibandingkan dengan ajaran bahwa Allah menciptakan manusia secara langsung. Dunia fisik dan dunia organis berkembang menurut regularitas tertentu, regularitas itu pada gilirannya mempertegas sifat otonomi dari dunia fisik dan organis.
3.        Disingkirkannya Konsep Tujuan
       Lain dari agama ilmu pengetahuan hanya mengenal sebab efisien dari suatu peristiwa. Jika diajukan suatu pertanyaan seperti mengapa banyak orang  meninggal karena kanker, para dokter tidak akan mengajukan jawan seperti supaya kita mengenal rencana Allah (inilah sebab final,tujuan), melainkan hal-hal yang menyebabkan kanker. Bagi ilmu pengetahuan masa lampau lebih penting dari masa depan sebab final tidak diberi tempat dalam pandangan ilmiah tentang dunia.
       Oleh karena itu, ilmu pengetahuan akan lebih memperhatikan konsep kausalitas dibandingkan dengan konmsep finalitas. Itu sebabnya, masyarakat yang dicerahi oleh ilmu pengetahuan mungkin akan lebih percaya pada Ch. Darwin tentang konsep adaptasi dengan segala mekanisme perjuangan untuk hidup, the survival of the fittest, daripada percaya pada tujuan ilahi dari seluruh evolusi kosmis.
4.        Tempat Manusia dalam Alam
       Inilah dampak paling mengejutkan dari segi filosofis. Dua aspek dapat dibicarakan. Dari segi kontemplasi, tampaknya ilmu pengetahuan merendahkan manusia. Lain dari gambaran yang diberikan oleh agama-agama yang menempatkan bumi dan manusia sebagai pusat dari alam semesta, ilmu pengetahuan justru tidak segan-segan menjelaskan bahwa manusia tidak banyak artinya dalam seluruh alam semesta.
       Namun, dari segi praktis, ilmu pengetahuan dapat mengangkat manusia justru karena dengan ilmu pengetahuan manusia dapat berbuat banyak. Pada zaman pra-ilmiah, kekuasaan berada di tangan Tuhan. Manusia, harus menerima dan menunjukkan sikap rendah hati dan doa, semoga Tuhan dapat memberikan yang terbaik bagi manusia. Dalam dunia ilmu pengetahuan, sikap itu tidak relavan lagi. Kekuasaan dapat di peroleh manusia dengan memahami hukum-hukum alam. Beberapa aktifitas kita yang bertolak dari pengetahuan ilmiah dapat membawa akibat-akibat yang menguntungkan dan merugikan. Namun satu hal menjadi jelas, manusia tampak menjadi lebih berkuasa, dan memang ilmu pengetahuan telah meningkatkan kesadaran akan kekuasaan.
       Persoalan mengenai dampak ilmu pengetahuan atas life-world merupakan suatu persoalan lama. Dunia ilmu pengetahuan merupakan dunia fakta, sedangkan life-world mencakup pengalaman subjektif yang praktis. Apakah dengan munculnya ilmu pengetahuan manusia modern dengan sendirinya menggunakan simbol-simbol ilmu pengetahuan menggantikan simbol-simbol yang sudah lama berakar kuat dalam tradisi. Ilmu pengetahuan merupakan produk dari kebudayaan enlightenment (pencerahan). Penelitian antropologi membuat kita sadar banyaknya kepercayaan tidak berdasar yang memengaruhi kehidupan masyarakat tradisional. Hal tersebut menandakan bahwa manusia membutuhkan waktu sangat lamauntuk mencapai atau mengubah cara pandang tersebut. Ilmu pengetahuan dilihat sebagai salah satu factor yang paling menentukan. Satu persatu gejala alam diterangkan dalam ilmu pengetahuan. Maka sebagai sistem berpikir rasional, ilmu pengetahuan menjadi sebab terdalam dari lenyapnya banyak kepercayaan tradisional. Secara umum dapat dikatakan 4 hal baru dari ilmu pengetahuan yang menyebabkan lenyapnya kepercayaan tradisional, yakni sebagai berikut: (i) pengamatan lawan otoritas; (ii) otonomi dunia fisik;  (iii) disingkatnya konsep tujuan; dan (iv) tempat manusia dalam alam.
       Pertama, pengamatan lawan otoritas. Ilmu pengetahuan tidak didasarkan pada otoritas melainkan pada pengamatan. Ilmu pengetahuan merintis jalan kepada kemandirian dalam berpikir berdasarkan pada pengamatan terhadap gejala-gejala alam atau sosial.  Tentu harus diakui di sini bahwa sikap menghargai pengamatan, sebagai lawan tradisi dan otoritas, adalah sesuatu yang sulit. Ilmu pengetahuan menuntut agar orang tidak mudah percaya begitu saja pada tradisi atau otoritas tetapi percaya pada pengamatan dengan teknik-teknik yang rasional.        Kedua, otonomi dunia fisik. Bahwa ilmu pengetahuan berangkat dari suatu filosofi alam sebagai sesuatu yang otonom, yang memiliki hukum sendiri. Dunia fisik mengikuti hukum-hukum fisika, tidak ada pengaruh roh-roh halus.
Peranan dewa-dewi sebagaimana dianut oleh banyak agama tradisional lenyap dengan sendirinya jika ilmu pengetahuan diterima secara konsekuen.                                                        Ketiga, disingkatnya konsep tujuan. Bahwa ilmu pengetahuan hanya mengenal sebab efisien dari suatu peristiwa. Bagi ilmu pengetahuan masa lampau lebih penting dari masa depan. Sebab final tidak diberi tempat dalam pandangan ilmiah tentang dunia. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan lebih memerhatikan konsep kausalitas dibandingkan dengan konsep formalitas. Masyrakat yang dicerahi ilmu pengetahuan lebih percaya pada Darwinisme.
       Keempat, tempat manusia dalam alam. Dari segi kontemplasi tampaknya ilmu pengetahuan merendahkan manusia. Namun, dari segi praktis ilmu pengetahuan dapat mengangkat manusia, justru karena dengan ilmu pengetahuan manusia dapat memeroleh kekuasaan dan dapat berbuat banyak. Kekuasaan dapat diperoleh manusia dengan memahami hukum-hukum alam.
       Ilmu pengetahuan membantu proses emansipasi manusia terhadap dewa-dewi trdisional dan Tuhan Allah. Ilmu pengetahuan membangun suatu rasionalitas yang berbeda dari rasionalitas kepercayaan-kepercayaan tradisional dan agama.
       Dampak ilmu pengetahuan terhadap cara berpikir manusia dan masyarakat dewasa ini sungguh dahsyat. Rasionalitas ilmu pengetahuan ini tidak hanya mengubah cara pandang tradisional kita, tetapi juga teologi yang terlalu teosentris. Ilmu pengetahuan membantu proses emansipansi manusia terhadap dewa-dewi tradisional dan Tuhan Allahnya deisme (pandangan yang menegaskan bahwa hanya Tuhan Allah yang memecahkan seluruh problem kehidupan manusia).
Ilmu pengetahuan membangun suatu rasionalitas yang berbeda dari rasionalitas kepercayaan-kepercayaan tradisional dan agama itu.
6.      Watak Intelektual Dalam Kehidupan Sosial
       Watak intelektual adalah sikap yang dilandasi pada pengertian bahwa setiap orang mengembangkan diri sendiri dengan tuntutan masyarakat ilmiah pada umumnya, yaitu, taat pada rasio.
       Ciri-ciri watak intelektual antara lain, adanya keinginan untuk mengetahui fakta-fakta penting, keengganan untuk menyetujui ilusi-ilusi yang menyenangkan, dan menjunjung tinggi keterbukaan.
       Ada hubungan erat antara cinta dan kejujuran ilmiah. Mencintai demi kebahagiaan umat manusia merupakan sikap ilmiah yang otentik. Ilmu pengetahuan dapat menciptakan suatu masyarakat yang enlightened hanya bila masyarakat itu mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan yang taat pada rasio.
       Sebagai teori pengetahuan ,prinsip kausalitas berbunyi ”siapa mengetahui sebab ”a” akan tahu juga akibat “b” sebagai teori tindakan, prinsip kausalitas berbunyi siapa yang dapat menciptakan sebab”a”akan menghasilkan akibat ”b” . Oleh karena itu,suatu teori ilmiah di satu sisi dapat menjadi suatu theory of knowledge(teori pengetahuan) di sisi lain menjadi theory of action (teori tindakan).
       Namun proses pengambilan keputusan berdasarkan diskusi yang bebas mengandaikan satu hal, yaitu, bahwa setiap orang mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan masyarakat ilmiah pada umunya, yaitu, taat pada rasio. Inilah watak intelektual nomor satu dan satu-satunya.
       Ciri-cirinya dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, adanya keinginan untuk mengetahui fakta-fakta penting dan keengganan untuk menyetujui ilusi-ilusi yang menyenangkan (yang disajikan oleh ajaran-ajaran yang fanatik, dukun-dukun dan minuman keras atau obat bius). Setiap orang harus memiliki keingintahuan untuk memahami fakta-fakta penting bagi kehidupan manusia dan siap membuka diri bagi kebenaran-kebenaran penting lainnya. Hal ini secara gamblang berbeda dengan apabila Anda adalah seorang penganut agama atau kepercayaan yang fanatik. Anda mungkin akan menjadi rasul paling berani yang menyuarakan pertentangan dan konflik dalam masyarakat. Manusia ilmuan dengan demikian jelas bukanlah seorang fanatik yang mengandung dan melahirkan kebencian ras, suku, agama.
       Berkaitan dengan itu sikap ilmiah yang lain adalah menjunjung tinggi keterbukaan. Ilmu pengetahuan selalu didasarkan pada pengamatan. Pernyataan-pernyataan, seperti sudah dibicarakan sebelumnya, tidak pernah pasti benar, melainkan hanya mengklaim probabilitas berdasarkan bukti yang ada sampai sekarang. Jadi, tidak ada kepastian subjektif yang menyesatkan dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuan harus membuka diri pada fakta-fakta baru dan mencoba berusaha memahaminya demi kebahagiaan umat manusia.
       Sehubungan dengan kalimat terakhir ini, perlu ditegaskan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara cinta dan kejujuran ilmiah. Mencintai demi kebahagiaan umat manusia merupakan sikap ilmiah yang otentik. Namun, cinta yang diberikan oleh ilmuwan berbeda penderitaan orang lain. Ilmuwan tahu bahwa ia tidak dapat mengumbar perasaan tanpa mencari jalan untuk memecahkan masalah penderitaan. Cinta untuk seorang ilmuwan berarti merasa iba, berusaha untuk benar-benar memahami penderitaan agar mampu menyembuhkannya.
       Efektifitas dari ilmu pengetahuan untuk memberikan harapan itu tidak dapat diragukan lagi. Ilmu pengetahuan dapat menawarkan kemungkinan-kemungkinan kesejahteraan hidup yang jauh lebih besar bagi umat manusia daripada yang pernah dikenal sebelumnya dengan syarat; penghapusan perang, distribusi kekuasaan, dan pembatasan pertumbuhan penduduk dapat mendakati nol persen, kemakmuran material akan tumbuh sangat cepat, dan hal ini dapat menciptakan kemurahan hati.
       Jika seseorang tahu bahwa kausalitas merupakan hukum yang terdapat dalam alam, maka teori itu tidak hanya menjadi pengetahuan orang tersebut, tetapi juga mendorongnya untuk memprediksi munculnya suatu akibat setelah mengetahui sebab, yang memungkinkan punya melakukan antisipasi yang diperlukan untuk menghadapi akibat tersebut.
       Suatu teorti ilmiah di satu sisi dapat menjadi teori pengetahuan (theory of knowledge) dan di sisi lain dapat menjadi teori tindakan (theory of action).
Teori-teori ilmiah melalui teknik dapat menjadi instrumen yang ampuh untuk memperbesar kekuasaan manusia atas alam dan atas masyarakat. Namun kemampuan untuk mengontrol alam dengan ilmu pengetahuan merupakan hal yang berbeda dengan kemampuan untuk melakukan enligtenedaction dan teknologi tidak dengan sendirinya menghasilkan suatu masyarakat yang enlightened.
       Ilmu pengetahuan, sampai sekarang selalu didasarkan pada pengamatan dan tidak pernah pasti benar, melainkan hanya mengklaim probabilitas berdasarkan bukti yang ada.    Efektivitas dari ilmu pengetahuan untuk memberikan harapan itu tidak diragukan lagi.     Ilmu pengetahuan dapat menawarkan kemungkinan kesejahteraan hidup yang jauh lebih baik bagi umat manusia sehingga dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dapat menciptakan suatu masyarakat yang enlightened, hanya bila masyarakat itu mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan yang taat pada rasio.
       Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dapat menciptakan suatu masyarakat yang enlightened, hanya bila masyarakat itu mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan yang taat pada rasio.
7.      Peranan Ilmuwan
       Ilmuwan merupakan orang yang menemukan masalah spesifik dalam ilmu. Salah satu syarat utama dalam hubungan antara ilmuwan dengan masalah keilmuan tidak lain hanyalah, seorang ilmuwan harus memiliki ciri, sikap dan tanggung jawab. Akan tetapi di sini seorang ilmuwan harus juga memiliki peran atau pun fungsi.  Tiga peran ilmuwan dalam segi kegiatan:
1.      Sebagai Intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif.
2.      Sebagai Ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya.
3.      Sebagai Teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang dikuasainya.
       Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat manusia. Karena kita semua tahu bahwa ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Maka dari itu, fungsi seorang ilmuwan tidak hanya berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
       Ilmuwan harus terlibat dalam seluruh proses self-understanding masyarakat dan harus dapat mengintegrasikan kebudayaan teknik dengan kepribadian kultural. Suatu masyarakat ilmiah dapat membentuk diri menjadi suatu masyarakat yang rasional hanya apabila ilmu pengetahauan dan teknologi dapat menjadi bagian dari hidup dan pemikiran warganya.
       Dalam hal ini, ilmuan harus bisa melibatkan diri. Selain dalam spesialisasi, ia juga harus terlibat dalam seluruh proses self-understanding masyarakat. Berkaitan dengan ini, maka tujuan dari keterlibatan ilmuan bukan hanya membantu memecahkan masalah teknis, melainkan agar masyarakat menemukan dirinya dan mengambil bagian dalam seluruh kehidupan masyarakat secara sadar dan kritis. Dalam bidang ekonomi, misalnya, ia dapat membantu memberikan pertimbangan rasional mengenai seluruh rencana ekonomi dan mengembangkan kesadaran kolektif baru dalam pengambilan keputusan. Maka tugasnya tidak hanya memprotes ketidakadilan yang diciptakan ekonomi industri, melaikan mempersiapkan induvidu untuk bisa mengambil bagian dan bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan kolektif dalam masyarakat demokratis.
       Dalam rangka self-understanding itu juga, seorang ilmuan harus dapat mengintegrasikan kebudayaan teknik dengan kepribadian kultural. Keseimbangan antara kemajuan dan tradisi serta kreatifitasnya harus dikembangkan karena hanya spiritualitas yang berakar pada kebudayaan setempat yang bisa memberi makna bagi dunia material dan teknis. Dalam rangka ini, public discussion dapat dilihat sebagai ruang dan tempat di mana ia bisa menerjemahkan temuan ilmiahnya dalam menjawab kebutuhan-kebutuhan paling real dari masyarakat. Maka, suatu masyarakat ilmiah dapat membentuk diri menjadi suatu masyarakat yang rasional hanya apabila ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi bagian dari hidup dan pemikiran warganya. Itu berarti tanpa dominasi.
       Kenetralan ilmuwan dalam hal ini disebabkan anggapannya bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan selanjutnya. Kemajuan ilmu pengetahuan tidak melalui lncatan-loncatan yang tidak berketentuan melainkan melalui proses komulatif secara teratur. Penyembuhan penyakit kanker harus didahului dengan penemuan dasar di bidang biologi molekuler. Penemuan laser memungkinkan penggunaannya sebagai terapi medis dalam berbagai penyakit. Demikian selanjutnya di mana usaha menyembunyikan kebenaran dalam proses kegiatan ilmiah merupakan kerugian bagi kemajuan ilmu pengetahuan selanjutnya. Dalam penemuan ini ilmu pengetahuan bersifat netral. Seorang ilmuwan tidak boleh memutarbalikan penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena beertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Seorang ilmuwan yang di atas landasan moral memilih untuk membuktikan bahwa generasi muda kita berkesadaran tinggi (dia terikat pada generasi muda) atau membuktikan bahwa hasil pembangunan itu efektif (dia terikat pada kebijaksanaan pemerintah) maka dalam hasil penemuannya dia bersifat netral dan membebaskan diri dari semua keterikatannya yang membelenggu dia secara sadar atau tidak. Penyimpangan dalam hal ini merupakan pelanggaran moral yang sangat dikutuk masyarakat ilmuwan. Kenetralan dalam hal di atas itulah yang menjadikan ilmu bersifat universal. Ilmu mengabdi kemanusiaan dengan menyumbangkan penemuan-penemuan yang didapatkannya lewat kegiatan ilmiah.
       Disisi lain ilmu pengetahuan tidak hanya dapat merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga dapat bersifat negatif yang akhirnya menimbulkan malapetaka. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia namun pada akhirnya justru menyulitkan bahkan menimbulkan malapetaka bagi manusia. Sebagai contoh dalam pembuatan bom kuman yang dipakai sebahgai alat untuk membunuh sesama manusia. Untuk menghindari berbagai kemungkinan hal yang bersifat negatif tersebut diperlukan pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang berpihak pada nilai-nilai.
       Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu saja tidak lepas dari si Ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Maka dari itu, tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah berdasarkan pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral. Dalam perkembangan keilmuan, seorang ilmuwan harus memahami etika, baik itu sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia maupun sebagai suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain. Dari pemahaman tersebut dapat dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik dalam suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti.
       Jalan pikirannya tidak hanya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dan diteliti. Hal inilah yang membedakan antara ilmuwan dengan orang awam. Disinilah ilmuwan sebagai pemeran penting dalam meluruskan segala pemikiran orang awam yang pada umumnya keliru dalam membuat suatu asumsi maupun suatu keputusan.
       Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi yang etis bagi seorang ilmuwan. Karakteristik tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Kegiatan intelektual yang meninggikan kebenaran sebagai tujuan akan berpengaruh pada pandangan moral. Selain memberikan suatu informasi, ilmuwan juga harus bisa memberikan contoh. Dalam hal ini ilmuwan harus bisa berlaku obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan harus bisa mengakui kesalahan. Landasan moral yang fundamental sangat perlu diperhatikan oleh seorang ilmuwan. Ilmu harus bersifat netral seperti yang dimaksud oleh Keraf dan Dua bahwa ilmu pengetahuan harus dikembangkan hanya semata-mata berdasarkan pertimbangan ilmiah murni. Di samping itu ilmu pengetahuan juga harus berpihak kepada kemanusiaan yang besar dan tidak mengenal batas geografis, sistem politik, atau sistem kemasyarakatan lainnya. Sebagai kesimpulan, diperlukan landasan moral yang kukuh untuk mempergunakan ilmu pengetahuan secara konstruktif terutama untuk para ilmuwan.

                                                                       BAB 3

KESIMPULAN

       Melalui c.p. snow dalam bukunya the two cultures,kita boleh membuat perbedaan yang cukup tegas antara dunia pengetahuan dan life word, Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia fakta, sedangkan life world mencakup pengalaman subjek-praktis manusia ketika ia lahir, hidup, dan mati, pengalaman cinta dan kebencian, harapan dan putus asa, penderitaan dan kegembiraan, kebodohan dan kebijaksanaan. Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia objektif, universal, rasional, sedangkan life world adalah dunia sehari-hari yang subjektif, praktis dan situasional.
       Lebih dari itu, yang mau ditunjukkan adalah bahwa kita memang hidup dalam dua dunia ini : dunia ilmu pengetahuan dan dunia praktis. Ilmu pengetahuan menawarkan cara kerja rasional. Prinsip kasualitas misalnya menjadi prinsip rasional dari ilmu pengetahuan. Sementara itu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dunia sehari-hari dan tradisi dengan segala macam bentuk kepercayannya dan prakteknya.
       Dampak ilmu pengetahuan terhadap life world masyarakat dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori. Yang pertama dampak intelektual langsung, terutama perubahan cara pandang tradisional terhadap realitas; dan yang kedua dampak tidak langsung, melalui mediasi teknik-teknik ilmiah, terutama teknik-teknik produksi dan organisasi social.
       Rasa ingin tahu akan keterangan mengapa suatu hal terjadi yang kemudian dikait-kaitkan dan digolong-golongkan sehingga hal yang tersendiri itu dapat dianggap mewakili suatu peristiwa yang berlaku lebih umum itulah akhirnya yang membangkitkan sains atau ilmu pengetahuan. Mohr (1977) mendefinisikan sains secara operasional sebagai suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat azas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar. Oleh karena itu tanggung jawab utama ilmuwan terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan, dan masyarakat ialah menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya dan dapat dianut oleh sesama ilmuwan lainnya. Dengan demikian selain menjaga agar semua pernyataan ilmiah yang dibuatnya selalu benar, ia harus memberikan tanggapan apabila ia merasa ada pernyataan ilmiah yang dibuat ilmuwan lain yang tidak benar.
       Tanggung jawab ilmiah seperti ini adalah tanggung jawab masyarakat ilmiah yang lazim dan sudah berlaku turun-temurun. Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa seorang ilmuwan seharusnya tidak menerima begitu saja menerima pernyataan seorang ilmuwan lain sebagai sesuatu yang benar, walaupun misalnya ilmuwan yang dihadapinya itu adalah ilmuwan ternama. Dan tidak boleh mengambil keputusan berdasarkan perasaan karena pengembangan ilmu berdasarkan prasangka ini harus dibayar mahal, karena tidak mustahil banyak bakat-bakat terpendam telah salah diarahkan ketika lulus dari sekolah dasar dan tidak muncul di permukaan sebagai kaum yang cerdik pandai.
       Kita dapat menegaskan kembali bahwa tujuan sains ialah menemukan pengetahuan yang benar mengenai berbagai keadaan alam semesta. Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau social yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu karena tanggung jawabnya ialah memerangi ketidaktahuan, prasangka, dan takhayul di kalangan manusia mengenai alam semesta ini.
       Ilmu pengetahuan sesungguhnya merupakan alat bagi manusia. Ilmu diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan suasana yang lebih baik dan dengan demikain melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan.
       Sebagai suatu subjek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok-kelompok yang menilai apa tindakan-tindakan yang telah dikerjakan. Di mana etika memberikan semacam batasan maupun standar yang mengatur manusia di dalam kelompok sosial lainnya. Dalam etika ilmu ini dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh manusia. Dalam hal ini paradigma merupakan istilah yang sangat erat dengan sains yang normal. Suatu paradigma bersama telah membebaskan masyarakat sains dari kebutuhan penelitian ulang secara konstan. Masyrakat sains tahu benar masalah-masalah mana yang telah dipecahkan beberapa ilmuwan akan mudah dipersuasi untuk menerima pandangan baru.    Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu pengetahuan mempunyai peranan ganda. Pengkajian pengembangan kebudayaan nasional ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan. Maka etika ilmu yang ada pada masyarakat jauh lebih luas di mana mencakup segala sesuatu yang diketahui manusia tanpa perlu dibakukan secara sistematis.
       Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa ilmu pengetahuan senantiasa berkembang secara tanpa pamrih. Hal itu terutama disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena eros pengetahuan menjadi dasar terdalam dari metode ilmu pengetahuan yang kita bangun sendiri. Kedua, karena alam sebagai objek dari pengetahuan kita bersifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan, dan perkembangan itu selalu terarah pada regularitas yang semakin lama semakin dapat dimengerti.

SARAN


DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal .2007.Filsafat Ilmu. Jakarta.: M.A. PT Raja Grafindo Persada.
Keraf, A.Sony dan M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Bab IX Ilmu Pengetahuan dan Life-World (hal. 133-140) dan Bab XI Masalah Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan (hal. 149-158). Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Nasution, A.H.1999.Pengantar ke Filsafat Sains. Bab 4.0 Pengetahuan, Sains dan Tanggungjawab Ilmuwan (hal.25-36). Bab 16.0 Tanggungjawab Ilmuwan Terhadap Masa Depan Umat Manusia (hal.193-215). Litera AntarNusa: Jakarta.

Suriasumantri, J.S.2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Bab VI Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu (hal.229-260). Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Jujun S. Suriasumatri, 2001, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. Jujun S. Suriasumatri, 1989, Ilmu dalam Persepektif, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Gie,The Liang,2000, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty.

Ensiklopedi Islam 2, 1994, Jakarta, PT.Intermas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar