BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah kami antara lain:
1. Apakah arti dari kehilangan dan berduka?
2. Apa saja jenis-jenis berduka dan kehilangan?
3. Apa saja dampak dan respon dari berduka dan kehilangan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana berduka dan kehilangan itu
1.3.2 Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui arti dari berduka dan kehilangan.
- Untuk mengetahui jenis-jenis berduka dan kehilangan .
- Untuk mengetahui dampak dan respon berduka dan kehilangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Berduka
2.1.1 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.1.2 Jenis Berduka
1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
2.1.3 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2. Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3. Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
8. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
9. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
2.1.4 Respons Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)
Pengingkaranà Marahà Tawar-Menawarà Depresià Penerimaan
1. Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung cepat,menangis,gelisah,dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
2.Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
3.Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
4.Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
5.Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
2.2 Kehilangan
2.2.1 Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi kehilangan Antara lain :
a. Perkembangan
- Anak- anak.
1. Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
2.Belum menghambat perkembangan.
3.Bisa mengalami regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup,
Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
b. Keluarga.
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.
a. Perkembangan
- Anak- anak.
1. Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
2.Belum menghambat perkembangan.
3.Bisa mengalami regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup,
Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
b. Keluarga.
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.
Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
d. Pengaruh Kultural.
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e. Agama.
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian.
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
d. Pengaruh Kultural.
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e. Agama.
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian.
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
Kebutuhan Keluarga yang Berduka membutuhkan :
1. Harapan
a. Perawatan yang terbaik sudah diberikan.
b. Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
2. Berpartisipasi.
a. Memberi perawatan
b. Sharing dengan staf perawatan.
3. Support
a. Dengan support klien bisa melewati kemarahan, kesedihan, denial.
b. Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi.
4. Kebutuhan spiritual.
a. Berdoa sesuai kepercayaan.
b. Mendapatkan kekuatan dari Tuhan
1. Harapan
a. Perawatan yang terbaik sudah diberikan.
b. Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
2. Berpartisipasi.
a. Memberi perawatan
b. Sharing dengan staf perawatan.
3. Support
a. Dengan support klien bisa melewati kemarahan, kesedihan, denial.
b. Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi.
4. Kebutuhan spiritual.
a. Berdoa sesuai kepercayaan.
b. Mendapatkan kekuatan dari Tuhan
2.2.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.2.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS )
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF SELF )
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang.
Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Contoh : pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian
2.2.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi.
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi.
2.2.5 Dampak Kehilangan
1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewas muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan
BAB III
PEMBAHASAN
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA | |||
ENGEL (1964) | KUBLER-ROSS (1969) | MARTOCCHIO (1985) | RANDO (1991) |
Shock dan tidak percaya | Menyangkal | Shock and disbelief | Penghindaran |
Berkembangnya kesadaran | Marah | Yearning and protest | |
Restitusi | Tawar-menawar | Anguish, disorganization and despair | Konfrontasi |
Idealization | Depresi | Identification in bereavement | |
Reorganization / the out come | Penerimaan | Reorganization and restitution | akomodasi |
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
4.2 Saran
Dari makalah ini kami memberikan saran antara lain:
1. Seseorang harus dapat menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan selalu berduka jika mendapat rejeki.
2. Suatu kehilangan atau berduka harus di syukuri oleh seseorang, khususnya perawat apabila pasien mendapat musibah atau meninggal dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar