Minggu, 24 April 2011

Pemasangan infus


PROSEDUR TERAPI INTRAVENA (IV)
Pengertian
Terapi intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus menerus selama periode tertentu
Tujuan
Adapun tujuan prosedur ini adalah untuk :
  1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin, protein, kalori dan nitrogen pada klien yang tidak mampu mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut.
  2. Memulihkan keseimbangan asam-basa
  3. Memulihkan volume darah
  4. Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan.
Jenis-jenis Cairan Intravena
  1. Cairan bisa bersifat isotonis (contohnya ; NaCl 0,9 %, Dekstrosa 5 % dalam air, Ringer laktat / RL, dll)
  2. Cairan bisa bersifat hipotonis (contohnya ; NaCl 5 %)
  3. Cairan bisa bersifat hipertonis (contohnya ; Dekstrosa 10 % dalam NaCl, Dektrosa 10 % dalam air, Dektrosa 20 % dalam air)
A. PERALATAN
- Alas plastik dan handuk kecil
- Manset tangan; bisa juga digunakan manset sfigmomanometer
- Kapas alkohol
- Betadine (1-2 % dalam air, 70 % alkohol)
- Kain kasa steril
- Plester dan stiker kosong untuk menulis tanggal pemasangan infus
- Set infus
- Jarum infus (abbocath, wing needle/butterfly)
- Cairan infus
- Sarung tangan steril (jika memasang infus pada klien yang mengalami penyakit menular, seperti ; hepatitis B, HIV-B, AIDS, dll)
B. PROSEDUR
1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan prosedur dan tujuannya (pada klien dan keluarga)
3. Memberikan posisi semi fowler atau terlentang
4. Menggulung lengan baju klien
5. Meletakkan manset 5 cm di atas siku
6. Menghubungkan cairan infus dengan set infus dan gantungkan (periksa label infus sesuai dengan program terapi cairan yang akan diberikan)
7. Mengalirkan cairan dengan selang menghadap ke atas sehingga udara didalamnya keluar
8. Mengencangkan klem sampai infus tidak menetes dan pertahankan kesterilan sampai pemasangan pada tangan disiapkan
9. Mengencangkan manset atau jika menggunakan sfigmomanometer, tekanan ditempatkan dibawah tekanan sistolik
10. Menganjurkan klien untuk mengepal dan membukanya beberapa kali, palpasi dan pastikan vena yang akan ditusuk. (kriteria vena / pembuluh darahnya lihat tabel. 1)
11. Membersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol, lalu diulangi dengan menggunakan kasa betadine dan arahnya melingkar dari dalam keluar lokasi tusukan.
12. Menggunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm diatas tusukan.
13. Memegang jarum dalam posisi 30 derajat sejajar vena yang akan ditusuk, lalu tusuk perlahan dan pasti.
14. Merendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan tusukan jarum ke dalam vena sampai terlihat darah mengalir keluar dari pembuluh darah.
15. Melepaskan tekanan manset
16. Sambungkan slang infus dengan kateter infus (abbocath, wing needle/butterfly) dan buka klem infus sampai cairan mengalir lancar.
17. Mengolesi dengan salep betadine di atas penusukan
18. Memfiksasi posisi jarum dengan plester, letakkan kasa steril diatasnya. Atur kasa steril pada lokasi jarum supaya berjendela agar mudah dievaluasi terhadap tanda-tanda inflamasi. Bila ada gunakan plester steril yang transparan.
19. Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan; pasang stiker yang sudah diberi tanggal pada lokasi yang mudah terlihat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan)
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)
20. Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis cairan dan tetesan, jumlah cairan yang masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap adanya embolus), serta reaksi klien (terhadap cairan yang telah masuk
q Tempat/ lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus
Vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Vena-vena tersebut diantaranya adalah :
1. Metakarpal
2. Sefalika
3. Basilika
4. Sefalika mediana
5. Basilika mediana
6. Antebrakial mediana
Pemilihan Vena
1. Vena tangan paling sering digunakn untuk terapi IV rutin
2. Vena lengan depan : periksa dengan teliti kedua lengan sebelum keputusan dibuat, sering digunakan untuk terapi rutin
3. Vena lengan atas : juga digunakan untuk terapi IV
4. Vena ekstremitas bawah : digunakan hanya menurut kebijakan institusi dan keinginan dokter
5. Vena kepala : digunakan sesuai dengan kebijakan institusi dan keinginan dokter ; sering dipilih pada bayi
6. Insisi : dilakukan oleh dokter untuk terapi panjang
7. Vena subklavia : dilakukan oleh dokter untuk terapi jangka panjang atau infus cairan yang mengiritasi (hipertonik)
8. Jalur vena sentral: digunakan untuk tujuan infus atau mengukur tekanan vena sentral
q Contoh Vena sentral adalah : v. subkalvia, v. jugularis interna/eksterna, v. sefalika atau v.basilika mediana, v. femoralis, dll.
9. Vena jugularis : biasanya dipasang untuk mengukur tekanan vena sentral atau memberikan nutrisi parenteral total (NPT) jika melalui vena kava superior.
10. Vena femoralis : biasanya hanya diguakan pada keadaan darurat tetapi dapat digunakan untuk penempatan kateter sentral untuk pemberian NTP.
11. Pirau arteriovena (Scribner) : implantasi selang palastik antara arteri dan vena untuk dialisis ginjal
12. Tandur (bovine) : anastomoisis arteri karotid yang berubah sifat dari cow ke sistem vena ; biasanya dilakukan pada lengan atas untuk dialisis ginjal
13. Fistula : anastomoisis bedah dari arteri ke vena baik end atau side to side untuk dialisis ginjal
14. Jalur umbilikal : rute akses yang biasa pada UPI neonatus
Tabel. 1. Pertimbangan dasar dalam pemilihan sisi (vena)
1. Vena Perifer
· Cocok untuk kebanyakan obat dan cairan isotonik
· Cocok untuk terapi jangka pendek
· Biasanya mudah untuk diamankan
· Tidak cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi
· Tidak cocok untuk terapi jangka panjang
· Sukar untuk diamankan pada pasien yang agitasi
2. Vena Sentral
· Cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi atau cairan hipertonik
· Cocok untuk terapi jangka panjang
· Obat-obatan harus diencerkan
· Resiko komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan kateter vena sentral, seperti infeksi, hemothoraks, pneumothoraks.
· Tidak disukai karena bisa terganggu oleh pasien (namun masih mungkin)
q Faktor yang mempengaruhi pemilihan sisi (vena)
1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama IV berakhir.
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun
3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, takbergerak, perubahan tingkat kesadaran
4. Jenis IV : jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (mis, hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)
5. Durasi terapi IV : terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (mis, mulai di tangan dan pindah ke lengan)
6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada ,pemilian sisi dan rotasi yang berhati – hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti ( mis ,pemasangan kateter broviac atau hickman atau pemasangan jalur PICC )
7. Terapi Ivsebelumnya :flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan ; kometerapi sering membuat vena menjadi buruk (mis,mudah pecah atau sklerosis )
8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (mis, pasien mastektomi ) tanpa izin dari dokter .
9. Sakit sebelumnya :jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke .
10. Kesukaan pasien : jika mungkin ,pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi .
Perhitungan Tetesan Infus
1. Tetesan Makro : 1cc = 15 tetes
· Rumus :
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infus (jam) x 4
2. Tetesan Mikro : 1cc = 60 tetes
· Rumus :
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infus (jam)
Tabel. 2. Kriteria pemilihan pembuluh darah (vena)
v Gunakan cabang vena distal (vena bagian proksimal yang berukuran lebih besar kan bermanfaat untuk keadaan darurat)
Pilihan vena :
- vena metakarpal (memudahkan pergerakan tangan)
- vena basilika / sefalika
- vena fosa antekubital, medianna basilika atau sefalika untuk pemasangan infus yang singkat saja
Pada klien dewasa, vena yang terdapat pada ekstremitas bagian bawah hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

PEMASANGAN INFUS


Mungkin Pemasangan infus menjadi hal yang diluar kepala buat semua perawat, tetapi ketika kita tes wawancara untuk ujian pegawai terkadang melupakan hal yang gampang seperti ini. Seperti yang saya alami saat menghadapi tes ujian calon pegawai honor kemarin. Karena itu saya buat rangkuman ini, buat saya belajar dan buata anda semua yang membutuhkan.
PROSEDUR TERAPI INTRAVENA (IV)
Pengertian
Terapi intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus menerus selama periode tertentu
Tujuan
Adapun tujuan prosedur ini adalah untuk :
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin, protein, kalori dan nitrogen pada klien yang tidak mampu mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut.
2. Memulihkan keseimbangan asam-basa.
3. Memulihkan volume darah.
4. Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan.
Jenis-jenis Cairan Intravena
1. Cairan bisa bersifat isotonis (contohnya ; NaCl 0,9 %, Dekstrosa 5 % dalam air, Ringer laktat / RL, dll)
2. Cairan bisa bersifat hipotonis (contohnya ; NaCl 5 %)
3. Cairan bisa bersifat hipertonis (contohnya ; Dekstrosa 10 % dalam NaCl, Dektrosa 10 % dalam air, Dektrosa 20 % dalam air)
A. PERALATAN
- Alas plastik dan handuk kecil
- Manset tangan; bisa juga digunakan manset sfigmomanometer
- Kapas alkohol
- Betadine (1-2 % dalam air, 70 % alkohol)
- Kain kasa steril
- Plester dan stiker kosong untuk menulis tanggal pemasangan infus
- Set infus
- Jarum infus (abbocath, wing needle/butterfly)
- Cairan infus
- Sarung tangan steril (jika memasang infus pada klien yang mengalami penyakit menular, seperti ; hepatitis B, HIV-B, AIDS, dll)
B. PROSEDUR
1. Mencuci tangan
2. Menjelaskan prosedur dan tujuannya (pada klien dan keluarga)
3. Memberikan posisi semi fowler atau terlentang
4. Menggulung lengan baju klien
5. Meletakkan manset 5 cm di atas siku
6. Menghubungkan cairan infus dengan set infus dan gantungkan (periksa label infus sesuai dengan program terapi cairan yang akan diberikan)
7. Mengalirkan cairan dengan selang menghadap ke atas sehingga udara didalamnya keluar
8. Mengencangkan klem sampai infus tidak menetes dan pertahankan kesterilan sampai pemasangan pada tangan disiapkan
9. Mengencangkan manset atau jika menggunakan sfigmomanometer, tekanan ditempatkan dibawah tekanan sistolik
10. Menganjurkan klien untuk mengepal dan membukanya beberapa kali, palpasi dan pastikan vena yang akan ditusuk. (kriteria vena / pembuluh darahnya lihat tabel. 1)
11. Membersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol, lalu diulangi dengan menggunakan kasa betadine dan arahnya melingkar dari dalam keluar lokasi tusukan.
12. Menggunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm diatas tusukan.
13. Memegang jarum dalam posisi 30 derajat sejajar vena yang akan ditusuk, lalu tusuk perlahan dan pasti.
14. Merendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan tusukan jarum ke dalam vena sampai terlihat darah mengalir keluar dari pembuluh darah.
15. Melepaskan tekanan manset
16. Sambungkan slang infus dengan kateter infus (abbocath, wing needle/butterfly) dan buka klem infus sampai cairan mengalir lancar.
17. Mengolesi dengan salep betadine di atas penusukan
18. Memfiksasi posisi jarum dengan plester, letakkan kasa steril diatasnya. Atur kasa steril pada lokasi jarum supaya berjendela agar mudah dievaluasi terhadap tanda-tanda inflamasi. Bila ada gunakan plester steril yang transparan.
19. Mengatur tetesan infus sesuai ketentuan; pasang stiker yang sudah diberi tanggal pada lokasi yang mudah terlihat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan)
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)
20. Mendokumentasikan waktu pemberian, jenis cairan dan tetesan, jumlah cairan yang masuk, waktu pemeriksaan kateter (terhadap adanya embolus), serta reaksi klien (terhadap cairan yang telah masuk
q Tempat/ lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus
Vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Vena-vena tersebut diantaranya adalah :
1. Metakarpal
2. Sefalika
3. Basilika
4. Sefalika mediana
5. Basilika mediana
6. Antebrakial mediana
Pemilihan Vena
1. Vena tangan paling sering digunakn untuk terapi IV rutin
2. Vena lengan depan : periksa dengan teliti kedua lengan sebelum keputusan dibuat, sering digunakan untuk terapi rutin
3. Vena lengan atas : juga digunakan untuk terapi IV
4. Vena ekstremitas bawah : digunakan hanya menurut kebijakan institusi dan keinginan dokter
5. Vena kepala : digunakan sesuai dengan kebijakan institusi dan keinginan dokter ; sering dipilih pada bayi
6. Insisi : dilakukan oleh dokter untuk terapi panjang
7. Vena subklavia : dilakukan oleh dokter untuk terapi jangka panjang atau infus cairan yang mengiritasi (hipertonik)
8. Jalur vena sentral: digunakan untuk tujuan infus atau mengukur tekanan vena sentral
q Contoh Vena sentral adalah : v. subkalvia, v. jugularis interna/eksterna, v. sefalika atau v.basilika mediana, v. femoralis, dll.
9. Vena jugularis : biasanya dipasang untuk mengukur tekanan vena sentral atau memberikan nutrisi parenteral total (NPT) jika melalui vena kava superior.
10. Vena femoralis : biasanya hanya diguakan pada keadaan darurat tetapi dapat digunakan untuk penempatan kateter sentral untuk pemberian NTP.
11. Pirau arteriovena (Scribner) : implantasi selang palastik antara arteri dan vena untuk dialisis ginjal
12. Tandur (bovine) : anastomoisis arteri karotid yang berubah sifat dari cow ke sistem vena ; biasanya dilakukan pada lengan atas untuk dialisis ginjal
13. Fistula : anastomoisis bedah dari arteri ke vena baik end atau side to side untuk dialisis ginjal
14. Jalur umbilikal : rute akses yang biasa pada UPI neonatus
Tabel. 1. Pertimbangan dasar dalam pemilihan sisi (vena)
1. Vena Perifer
· Cocok untuk kebanyakan obat dan cairan isotonik
· Cocok untuk terapi jangka pendek
· Biasanya mudah untuk diamankan
· Tidak cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi
· Tidak cocok untuk terapi jangka panjang
· Sukar untuk diamankan pada pasien yang agitasi
2. Vena Sentral
· Cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi atau cairan hipertonik
· Cocok untuk terapi jangka panjang
· Obat-obatan harus diencerkan
· Resiko komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan kateter vena sentral, seperti infeksi, hemothoraks, pneumothoraks.
· Tidak disukai karena bisa terganggu oleh pasien (namun masih mungkin)
Faktor yang mempengaruhi pemilihan sisi (vena)
1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama IV berakhir.
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun
3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, takbergerak, perubahan tingkat kesadaran
4. Jenis IV : jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (mis, hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)
5. Durasi terapi IV : terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (mis, mulai di tangan dan pindah ke lengan)
6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada ,pemilian sisi dan rotasi yang berhati – hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti ( mis ,pemasangan kateter broviac atau hickman atau pemasangan jalur PICC )
7. Terapi Ivsebelumnya :flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan ; kometerapi sering membuat vena menjadi buruk (mis,mudah pecah atau sklerosis )
8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (mis, pasien mastektomi ) tanpa izin dari dokter .
9. Sakit sebelumnya :jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke .
10. Kesukaan pasien : jika mungkin ,pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi .
Perhitungan Tetesan Infus
1. Tetesan Makro : 1cc = 15 tetes
· Rumus :
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infus (jam) x 4
2. Tetesan Mikro : 1cc = 60 tetes
· Rumus :
Tetesan/menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infus (jam)
Tabel. 2. Kriteria pemilihan pembuluh darah (vena)
v Gunakan cabang vena distal (vena bagian proksimal yang berukuran lebih besar kan bermanfaat untuk keadaan darurat)
v Pilihan vena :
- vena metakarpal (memudahkan pergerakan tangan)
- vena basilika / sefalika
- vena fosa antekubital, medianna basilika atau sefalika untuk pemasangan infus yang singkat saja
v Pada klien dewasa, vena yang terdapat pada ekstremitas bagian bawah hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT LUKA BAKAR / COMBUSIO



Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu

ASKEP PASIEN ASMA


ASMA biasanya mudah terdeteksi dan memerlukan penanganan khusus. Bila tidak segera ditangani kerusakan organ atau kematian dapat terjadi.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
  1. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus
  2. pingsan
  3. tachikardia > 100/menit
  4. tachipnoe > 20/menit
  5. banyak keringat
  6. Sianosis
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala ASMA berat:
  1. dyspnea berat
  2. samnolen atau agitasi
  3. peningkatan tekanan vena
  4. ada bukti gagal jantung kanan
  5. hypotensi
  6. shock
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
  1. kaji dan pertahankan jalan napas
  2. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
  3. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
  4. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas
Breathing
  1. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
  2. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
  3. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
  4. Lakukan nebulizer
  5. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
  6. Kaji jumlah pernapasan
  7. Lakukan pemeriksan system pernapasan
  8. Dengarkan adanya bunyi pleura
  9. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya S1 Q3 T3
e. Lakukan IV akses D5% + teofilin 2 amp
f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g. Suntikan epinrfrin 0,3 ml 1 : 1000 secara subkutan
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
  1. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan bronkitis
  2. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
  3. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT
Faktor Resiko terjadinya Asma
a. Pernah asma sebelumnya
b. Pembedahan sebelumnya
c. Trauma sebelumnya
d. Imobilisasi untuk berbagai alas an
e. Keganasan
h. Kehamilan lama
i. Obesitas
j. Pasien mendapatkan Selective Estregen Receptor Modulator therapy (SERM)
k. Nepritik sindrom
Perawatan ASMA
Sejak didiagnosa ASMA maka pasien harus mendapatkan Oksigen tambahan, duduk semi fowler (setengah duduk).Injeksi teofilin 5 – 6 mg/kg yang digabungkan dengan cairan infus

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KRISIS HIPERTENSI


Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.

Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
  1. Sakit kepala hebat
  2. nyeri dada
  3. pingsan
  4. tachikardia > 100/menit
  5. tachipnoe > 20/menit
  6. Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
  1. Sakit Kepala Hebat
  2. nyeri dada
  3. peningkatan tekanan vena
  4. shock / Pingsan
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
  1. yakinkan kepatenan jalan napas
  2. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
  3. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
  1. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
  2. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
  3. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
  4. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
  5. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
  6. Lakukan pemeriksan system pernapasan
  7. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Circulation
  1. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
  2. Kaji peningkatan JVP
  3. Monitoring tekanan darah
  4. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
    1. Sinus tachikardi
    2. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
    3. right bundle branch block (RBBB)
    4. right axis deviation (RAD)
  5. Lakukan IV akses dekstrose 5%
  6. Pasang Kateter
  7. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
  8. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
  9. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
  1. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
  2. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
  3. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
Faktor Resiko terjadinya KP
a. Meminum obat tidak teratur
b. Stress terhadap tindakan pembedahan
c. Terjadi Trauma
d. Keganasan
e. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
f. Pasien mendapatkan terapi hormone
g. Kehamilan dengan faktor resiko
h. Obesitas
i. Nepritik sindrom
Perawatan KP
Sejak didiagnosa KP maka pasien harus mendapatkan obat Vasodilator secara rutin.

ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI



Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.
Etilogi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi
Tonus vaskuler meransang saraf simpatis sel jugularis tekanan darah.










Tonus vaskuler meransang saraf simpatis Sel di ginjal Tekanan Perfusi










Ginjal Aktivitas Renin dan angiotensin II Aldosteron Retensi Air dan




GaramVasokontriksi Pembuluh darah Tekanan darah
.
Manifestasi Klinis
  1. Meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg
  2. Sakit kepala, pusing/migrain
  3. Epistaksis,
  4. Rasa berat ditengkuk,
  5. Sukar tidur,
  6. Mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
  7. Muka pucat suhu tubuh rendah.
Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Test diagnostic.
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam
terapi obat.
Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
Patofisiologi Keperawatan :
Tonus vaskuler Vol.darah Vasokonstriksi Pembuluh darah
Aliran Balik Vena Curah Jantung
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).
Diagnosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Patofisiologi Keperawatan :
Tonus vaskuler Vol.darah Vasokonstriksi Pembuluh darah
Aliran Balik Vena Curah Jantung Perfusi Jaringan Aliran O2 dalam
darah Intoleransi Aktivitas
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan).
Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
Patofisiologi Keperawatan :
Tonus vaskuler Vol.darah Vasokonstriksi Pembuluh darah




Aliran Balik Vena Curah Jantung Perfusi Jaringan Aliran O2 dalam




darah Tekanan Vaskuler Cerebral Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya).
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis).
Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Patofisiologi Keperawatan :
Tonus vaskuler Vol.darah Vasokonstriksi Pembuluh darah
Aliran Balik Vena Curah Jantung Perfusi Jaringan Aliran O2 dalam




darah Intoleransi Aktivitas/Gangguan Rasa Nyaman/MalaiseIntake
Perubahan Nutrisi
Kriteria Hasil :
klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
tepat secara individu.
Intervensi
1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
Intervensi
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
Kriteria hasil
1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
1. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal).
2. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan).
3. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
dalam menentukan intervensi).
4. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi).
IV. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme
koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya.